Rabu, 25 Maret 2009

Pencemaran

Pencemaran Air Tanah Oleh Air Asam Tambang

Beberapa teori mengemukakan bahwa unsur kimia air tanah dipengaruhi oleh kondisi alam dan kondisi limbah akivitas manusia. Kondisi alam antara lain dipengaruhi oleh batuan penyusun aquifer. Batuan terdiri dari satu atau lebih mineral; sedang mineral tersusun oleh satu atau lebih unsur kimia. Dengan demikian batuan penyusun aquifer terdiri dari sejumlah unsur kimia. Sehingga airtanah yang berada pada aquifer akan mengandung unsur kimia sesuai dengan unsur kimia yang terkandung pada batuan penyusun aquifer tesebut. Bentuk aktivitas manusia dapat berupa industri, pertambangan transportasi, kegiatan rumah tangga, kesemua itu akan menghasilkan limbah yang sebagian besar bercampur dengan airtanah, sehingga air tanah akan terpengaruh sifat-sifat fisika, kimia dan biologi dari jenis aktivitas manusia tersebut.

Salah satu yang berperan dalam pencemaran air tanah adalah sektor pertambangan Lahan tambang tidak akan terhindar dari kandungan sulfur, baik sulfur anorganik (yang berasal dari senyawa anorganik dalam bentuk mineral pirit dan markasit), maupun sulfur organik (yang terbentuk sebagai hasil kegiatan bakteri). Keberadaan sulfur akan mengakibatkan terjadinya air asam tambang (dengan pH 5-6). Air ini sebelum dialirkan ke badan air/sungai harus dinetralkan terlebih dahulu. Apabila hal ini tidak dilakukan, keberadaan air asam tambang akan mengakibatkan tercemarnya lingkungan.

Air asam tambang (AAT, acid mine drainage=AMD) merupakan salah satu persoalan lingkungan penting yang dihadapi oleh industri Pertambangan batubara. Karena tingkat kemasaman dan konsentrasi logam larutnya yang tinggi, AAT dapat mencemari lingkungan, terutama ekosistem akuatik seperti sungai dan air tanah. Air asam tambang merupakan cairan yang terbentuk akibat oksidasi mineral-mineral sulfida, terutama pirit (FeS2) yang menghasilkan asam sulfat Dengan tingkat kemasamannya yang tinggi, AAT dapat melarutkan mineral-mineral lain dan melepaskan kation-kation, seperi Fe, Mn, Al, Cu, Zn, Cd, Ni, dan Hg. Apabila terbawa ke sumber air, AAT dapat mendegradasi produktivitas biologis sistem akuatik tersebut. Pada kondisi parah, maka air menjadi tidak aman konsumsi dan penggunaan-penggunaan yang lain, seperti irigasi, industi, dan rekreasi. Oleh karena itu, AAT harus menjadi perhatian serius.

Reaksi terbentuknya AAT dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi seperti tersebut dibawah. Dalam persamaan reaksi tersebut, bahan mineral yang dioksidasi adalah pyrite(FeS2), namun reaksi yang sama juga berlaku untuk pembentukan AAT dari oksidasi pyrrhotite (FeS).
FeS2 + 7Fe2(SO4)3 + 8H2O = 15FeSO4 + 8H2SO4 (1)
FeS2 + Fe2(SO4)3 = 3FeSO4 + 2S (2)
4FeSO4 + O2 + 2H2SO4 bacteria = 2Fe2(SO4)3 + 2H2O (3)
2S + 3O2 + 2H2O bacteria = 2H2SO4 (4)
4FeS2 + 15O2 + 2H2O = 2Fe2(SO4)3 + 2H2SO4 (5)
S + 3Fe2(SO4)3 + 4H2O = 6FeSO4 + 4H2SO4 (6)
Seperti terlihat didalam persamaan reaksi, selain diperlukan adanya pyrite, keberadaan oksigen dan air sangat menentukan terbentuknya AAT. Dengan demikian pembentukanAAT dapat dicegah dengan menghindari kontak pyrite dengan oksigen (misalnya: dengan menempatkan mineral di bawah permukaan air) atau dengan mencegah kontak pyritedengan air (misalnya: menempatkan mineral di daerah yang kering). Pembentukan AAT juga dapat dihindari dengan mencegah pertumbuhan T. ferrooxidans dengan menggunakan bahan kimia. Hasil akhir reaksi adalah asam sulfat dan ferric sulphate.Asam sulfat merupakan produk antara yang penting. Pada awal oksidasi pyrite, pH turunsecara cepat dan kemudian stabil kembali pada nilai antara 2.5 – 3.0. Nilai pH akhir pada umumnya ditentukan oleh kebutuhan pH optimal bagi pertumbuhan strain bakteri yang terlibat di dalam reaksi. Jika pyrite dan/ atau pyrrhotite adalah mineral sulfida yang terbuka terhadap oksidasi atmosphere maka hasil reaksi seperti reaksi di atas. Tergantung pada keberadaan air dan oksigen, reaksi tidak selalu berlangsung sempurna seperti dinyatakan oleh persamaan 1sampai 6, dalam hal demikian maka produk antara merupakan senyawa kimia ataumineral tetap berada pada kondisi teroksidasi. Jika mineral logam (seperti galena –PbS), chalcopyrite ( FeS.CuS), sphalerite (zincsulphide, ZnS) terdapat bersamaan dengan mineral pyrite and pyrrhotite (biasanya terjadipada reaksi oksidasi deposit mineral yang berlangsung secara alami dan reaksi oksidasideposit tambang) maka akan terjadi efek sekunder akibat oksidasi mineral yangmengandung mineral mengandung besi-sulfur menjadi asam sulfat dan besi Ferric. Pada pH yang stabil (2.5 sampai 3.0) asam sulfat dan besi sulfat yang terbentuk menyebabkan ion ferric dapat berfungsi sebagai oksidator. Tanpa kehadiran ion ferricpada pH 2.5 – 3.0, asam sulfat dapat melarutkan beberapa logam berat yang terikatpada karbonat dan mineral oksida, namun memiliki sedikit efek terhadap logam berat yang terikat padasulfida. Dengan adanya ion ferric maka logam berat yang terikat pada sulfida, termasuk timbal,tembaga, seng, kadmium, akan terlarut menurut reaksi :
MS + nFe+++ = Mn+ + S + nFe++ (7)
Dimana:
MS = merupakan padatan logam berat yang terikat pada sulfida.
Fe+++ = ion ferric iron terlarut; Mn+ = ion logam berat terlarut; S = sulphur; Fe++ = ionferrous terlarut. Melalui proses inilah AAT dapat melarutkan sejumlah besar logam berat. Air asam tambang yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan dua dampak lingkungan yang utama, yakni turunnya pH Terjadinya pengasaman yang disebabkan oleh asam sulfat dan terlarutnya logam berat yang disebabkan oleh ion besi. dan juga karena proses terjadinya air asam tambang dan terlarutnya logam berat merupakan proses yang terpisah (Sihotang,2008).

Air asam tambang jika sudah meresap atau terjadi infiltrasi ke dalam tanah dapat mencapai air atanah dan kemudian mencemari air tanah. Serta berbahaya bagi masyarakat yang menggunakan sumber sumber air dari sumur yang airnya bersumber dari air tanah yang tercemar air asam tambang khususnya masyarakat daerah sekitar penambangan.

1 komentar:

  1. Maaf mbak kalau boleh tau artikel di atas menyadur dari penulis siapa yah? Terima Kasih.. ^_^v
    Salam,
    Chayie

    BalasHapus