Kamis, 12 Maret 2009

Virus Polio (Poliovirus)

Nama : Irma Dinahkandy

NIM : H1E107009

Prodi : T. Lingkungan


MORFOLOGI VIRUS POLIO

Virus polio adalah virus yang paling kecil dibandingkan dengan virus lainnya. Virus polio termasuk ke dalam famili Picornaviridae (Pico adalah bahasa Yunani yang artinya kecil). Kekecilan virus ini tidak hanya dari ukuran partikelnya saja, tetapi juga dari ukuran panjang genomnya. Virus ini memiliki diameter sekitar 30 nm berbentuk ikosahedral sampul (envelope) dengan genom RNA, single stranded messenger molecule. Single stranded RNA membentuk hampir 30% bagian virion dan sisanya terdiri atas 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg). dan memiliki RNA benang positif (positive strand RNA) sebagai genomnya dengan panjang sekitar 7.5 kilobasa. tidak mempunyai kapsul, virion polipeptida tersusun simetri cubical, diameter 27 nm, RNA rantai tunggal, mengandung 42 kapsomer, terdiri dari 89 galur.







Photobucket




Gambar 1. Perbandingan kelompok virus Picornaviridae dengan kelompok virus lainnya.


Virus polio yang terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon). Strain 1 seperti paling paralitogenik atau paling ganas dan sering menyebabkan kejadian luar biasa (wabah), sedangkan strain 2 paling jinak.

Sifat penting :

RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui pembentukan RNA komplementer yang bertindak sebagai cetakan sintesis RNA genom.

Virion : tak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun atas empat jenis protein utama. Diameter virion 28-30 nm.

Replikasi dan morfogenesis virus terjadi di sitoplasma.

Spektrum hospes sempit.







Photobucket



Gambar 2. Virus Polio


a. Struktur Virus

Strukur virus sendiri secara umum adalah terdiri dari :

-Kepala

Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu unit protein yang menyusun kapsid disebut kapsomer.

-Kapsid

Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein monomer yang yang terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk virus sekaligus sebagai pelindung virus dari kondisi lingkungan yang merugikan virus.

-Isi tubuh

Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja. Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi yang dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain itu di dalam isi virus terdapat beberapa enzim.

-Ekor virus

Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai ekor.



FISIOLOGI VIRUS POLIO


Setelah terinfeksi ke dalam sel, RNA keluar dari sarangnya dan di dalam sel RNA ini memiliki dua fungsi. Yang pertama adalah sebagai mRNA yang ditranslasikan menjadi protein-protein yang berfungsi untuk pembentukan tubuh dan enzim-enzim yang berfungsi untuk perkembang-biakan (replikasi) virus itu sendiri.
Fungsi yang kedua dari RNA ini adalah sebagai bahan dasar (template) untuk pembentukan RNA benang negatif (negative strand RNA). RNA benang negatif ini kemudian digunakan lagi sebagai template untuk membentuk RNA benang positif. Begitu seterusnya sehingga benang positif RNA yang menjadi genom virus ini terus bertambah banyak. RNA yang terbentuk kemudian dibungkus oleh protein-protein pembentuk tubuh dan keluar dari sel sebagai virus baru. Rentetan proses ini dijalankan oleh enzim-enzim dari sel dan dari virus itu sendiri.


b. Daur Reproduksi Virus Secara Umum

INFEKSI SECARA LITIK

Infeksi secara litik melalui fase-fase sebagai berikut ini:

1. Fase adsorpsi dan infeksi

Fag akan melekat atau menginfeksi bagian tertentu dari dinding sel hospes, daerah itu disebut daerah reseptor (receptor site = reseptor spot). Daerah ini khas bagi fag tertentu, dan fag jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut. Virus tidak memiliki enzim untuk metabolisme, tetapi memliki enzim lisozim yang berfungsi merusak atau melubangi dinding sel hospes.

Sesudah dinding sel hospes terhidrolisis oleh lisozim, maka seluruh isi fag masuk kedalam hospes. Fag kemudian merusak dan mengendalikan DNA hospes.


2. Fase replikasi (fase sintesa)

DNA fag mengadakan replikasi (menyusun DNA) menggunakan DNA hospes sebagai bahan, serta membentuk selubung protein. Maka terbentuklah beratus-ratus molekul DNA baru virus yang lengakap dengan selubungnya.


3.Fase pembebasan virus (fag-fag baru)/ fase lisis

Sesudah fag dewasa, sel hospes akan pecah (lisis), sehingga keluarlah virus atau fag yang baru. Jumlah virus baru ini dapat mencapai sekitar 200.


INFEKSI SECARA LISOGENIK

1. Fase adsorpsi dan infeksi

Fag menenpel pada tempat yang spesifik. Virus melakukan penetrasi pada hospes kemudian mengluarkan DNAnya kedalam tubuh hospes.

2. Fase penggabungan

DNA virus bersatu dengan DNA hospes membentuk profag. Dalam bentuk profag, sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif, tetapi sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang berfungsi menjaga agar sebagian gen profag tidak aktif.

3. Fase pembelahan

Bila sel hospes membelah diri, profag ikut membelah sehingga dua sel anakan hospes juga mengandung profag didalam selnya. Hal ini akan berlangsung terus-menerus selama sel bakteri yang mengandung profag membelah.


b. Daur Hidup Poliovirus

Poliovirus memasuki tubuh manusia dapat melalui mulut, kemudian masuk secara digesti. Jika virus dapat bertahan pada kondisi yang bururk di dalam perut manuisa, maka virus dapat menginfeksi sel pada usus: membrane selaput lender pada usus. Pada membrane mukosa tersebut virus menginfeksi sel dan bereplikasi.



Photobucket








Gambar 3. virus polio menginfeksi sel

Pada 1% infeksi, penyebaran virus dari usus ke dalam darah dan sistem saraf pusat. Virus dapat berpindah dari Peyer's patches ke aliran darah, yang mempunyai akses langsung ke sistem saraf pusat. Sedangkan cara memasuki sistem saraf adalah virus langsung melewati saraf lebih baik dan cepat dari pada melewati darah. Jika virus sudah masuk sekali ke dalam sistem saraf pusat, replikasinya dapat menjadikan kerusakan sel saraf yang menimbulkan penyakit poliomyelitis.

c. Replikasi Virus Polio

1. Attachment/ Absorpsi:

Kapsid dari poliovirus tersusun oleh susunan ikosahedral dari 60 protomer, masing masing terdiri dari polipeptida VP1, VP2, VP3, and VP4, yang semuanya berasal dari pembelahan protomer induk yaitu VP0. Virus menempel pada sel inang penerima, dan mengharuskan interaksi pengikatan dengahn sel inang penerima.

Tempat spesifik pengikatan on poliovirus involves VP1, VP2 and VP3 yang berinteraksi dengan sel inang reseptor CD155, yang merupakan immunoglobulin. Penyematan virus merupakan 'dual tropism'; virus menginfeksi dua jenis sel primate yang mempunyai perbedaan jelas yaitu: lymphoid dan sel epitel di dalam usus dan sistem saraf.

2. Penetrasi :

RNA masuk ke dalam sitoplasme sel inang melewati membrane sel.

3. Uncoating:

Virus mengalami penyesuaian selama pengikatan untuk menghilangkan VP4 yang nantinya akan dihancurkan. Bagaimanapun juga , 1 dari 200 virus partikel dapat dengan sukses mentransport RNA ke dalam sitoplasma dengan cukup cepat dimana itu dapat sintesis dari makromolekul dari virion yang baru.

4. Menghentikan sintesis makromolekul dari sel inang:

Sintesis protein sel inang dan RNA sintesis dicegah. Bertujuan untuk pembelahan balutan ikatan yang komplek yang merupakan hal wajib bagi semua mRNA's Eukaryotik selama proses inisialisasi dan translasi. Proses ini berfungsi untuk membebaskan lebih banyak ribososm untuk mentranslasi genom virus dan menjamin bahwa sel akan hancur dan mati, yang tujuan akhirnya menghasilakn kumpulan partikel virus yang baru. Inisisasi ini kira kira 1/2 jam setelah infeksi, dan dalam 2 jam, penurunan drastis pada sitesi makromolekul selular dapat terjadi.

5. Sintesis komponen virus:

Poliovirus adalah positive- sense single stranded RNA virus, yang artinya RNA mempunyai polaritas yang sama dengan mRNA. Dengan demikian viral RNA mampu mengkodekan semua protein yang dibutuhkan selama replikasi dan menulari dirinya sendiri. Pemain utama dalam replikasi pada virus RNA adalah RNA viral- polymerase RNA yang dependen. 53 kDa poliovirus polimer, bersama dengan viral yang lain dan protein inang, membawa hasil replikasi viral ke dalam sitoplasma sel inang. Sintesis ini berjalan kira kira 2.5 sampai 3 hours setelah infeksi terjadi.



Sintesis

Protein


Memproses

Protein




Sintesis

Protein

Viral RNA mengikat diri kepada ribososm sel inang

Berperan seperti mRNA, viral RNA mentranslasikeseluruhan ke dalam satu polipeptida besar.

Polipeptida terbelah menjadi RNA polimerasi, protease enzim dan kapsid protein yang baru.

Enzim protease merusak polipeptida besar tadi ke dalam bagian bagian.

Penyetopan terjadi melalui protease

Sintesis RNA polimerase (-)-strand RNA (strand yang komplemen pada cetakan RNA)

Pada saat yang tepat, (-)-strand RNA digunakan sebagai template untuk membuat (+)- sense cetakan dari genom asli

RNA strand ganda (disebut jugakomposisi intermediet replikatif baik (+)- strand dan (-) -stranded RNA) terbentuk

Formasi genom yang baru terbentuk mengirim pesan kepada mesin translasi sel, mengarahkan produksi viral protein ke tingkat yang lebih tinggi.

6. Pemasangan:

RNA baru yang disintesis dikemas di dalam kapsid. Partikel viral terangkai melalui morfogenesis, dan pembelahan proteolitik dari protein kapsid membentuk partikel akhir : poliprotein P1 terbelah menjadi protomer yang tersusun oleh VP0, 1, dan 3, yang bersama – sama bersatu dan membungkus RNA viral. Perangkaian terjadi 4-6 jam setelah infeksi.

7. Pematangan:

Proses pematangan virus melibatkan pengikatan dari VP0 ke dalamVP2 dan VP4.

8. Pembebasan :

Partikel kemudian dilepaskan dari sel inang melalui proses lisis sel. Proses ini lebih seperti untuk pemrograman awal yang mengambil alih setelah beberapa waktu setelah proses protein sintesis dan RNA sintesis pada sel inang berhenti. Partikel virus yang bebas sekarang dapat menginfeksi sel inang lain. Migrasi ke jaringan saraf akan menghasilkan suatu penyakit disebut paralytic poliomyelitis. Penghancuran sel akan terjadi kira - kira 6-10 jam setelah infeksi (Koch, 2005).

Sampai sekarang telah diisolasi 3 strain virus polio yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing), dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe tersebut. Epidemi yang luas biasanya disebabkan oleh tipe 1. Virus ini relatif tahan terhadap hampir semua desinfektan (etanol, isopropanol, lisol, amonium kuartener, dll). Virus ini tidak memiliki amplop lemak sehingga tahan terhadap pelarut lemak termasuk eter dan kloroform. Virus ini dapat diinaktifasi oleh formaldehid, glutaraldehid, asam kuat, sodium hipoklorit, dan klorin. Virus polio menjadi inaktif dengan pemanasan di atas 42 derajat Celcius. Selain itu, pengeringan dan ultraviolet juga dapat menghilangkan aktivitas virus polio.

Poliovirus mengandung 2 macam antigen yang dapat dideteksi dengan berebagai macam reaksi imunologi yaitu Antigen A & H. Untuk poliovirus galur yang dilemahkan (untuk vaksinasi) maka protein kapsid UP1 dengan satu atau lebih Antigen memegang peranan penting dalam interaksi dengan Antibodi netralisasi sedang UP2 dan UP3 juga berinteraksi tetapi kurang kuat dibanding UP1.

Poliovirus relatif tahan terhadap bahan asam(pH 3)dan beberapa enzim proteolitik, hal inilah yang menyebabkan virus ini dapat disebarkan melalui Saluran pencernaan. Selain itu virus ini jaga tahan terhadap alkohol 70%, lisol 25 %, eter,deoksikholat dan berbagai macam detergent. Viru ini sensitif terhadap formaldehid 0.3%, HCl 0,1 N, juga bahan halogen lainnya. Maka daripada itu bahan formaldehid 0.3% merupakan pilihan untuk desinfeksi juga bisa dengan pemanasan, pengeringan dan cahaya.

TAKSONOMI VIRUS POLIO

Pengklasifikasian virus yang meliputi banyak hal yaitu mulai dari karakteristik (morfologi, genom,fisika-kimia,dan sifat fisiologisnya, protein, antigenic, dan sifat biologisnya) hingga tingkatan ordo, famili, genus, dan spesies

Ordo virus : merupakan pengelompokan famili virus yg memiliki banyak kesamaan karakteristik. Ordo ditandai dengan akhiran ”Virales” oleh ICTV (International Commitee on Taxonomy of Virus)

Famili virus: merupakan pengelompokan genus virus yg
memiliki byk kesamaan karakteristik dan dibedakan dr anggota famili lainnya. Famili virus ditandai dg akhiran
“Viridae”.Contohnya:Picornaviridae

Genus virus: merupakan pengelompokan spesies virus yg memiliki
banyak kesamaan karakteristik. Genus virus ditandai dg tambahan Virus”.
Ditandai dengan akhiran “Virus” (misal: Genus Enterovirus)


Spesies virus: menggambarkan suatu klas polythetic pada virus yg mirip replikasi keturunan dan menempati bagian relung ekologinya.


Menurut klasifikasi Bergey, virus termasuk ke dalam divisio Protophyta, kelas Mikrotatobiotes dan ordo Virales (Virus). Pada tahun 1976 ICTV (International Commite on Taxonomy of Virus) mempublikasikan bahwa virus diklasifikasikan struktur dan komposisi tubuh, yakni berdasarkan kandungan asam. Pada dasarnya virus dibedakan atas dua golongan yaitu virus DNA dan virus RNA dan virus polio termasuk dalam golongan virus RNA.

Divisi : Protophyta

Kelas : Mikrotatobiotes

Ordo : Virales

Famili: Picornaviridae

Genus: Enterovirus

Species: Poliovirus


EKOLOGI VIRUS POLIO

Virus masuk melalui saluran cerna. Setelah masuk, virus akan bereplikasi (memperbanyak diri). Biasanya penularannya melewati feses, misalnya feses yang mengandung virus polio mencemari sumber air minum warga kemudian air yang dikonsumsi oleh manusia tersebut membawa virus polio dan sampai ketubuh manusia. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tipe sel dan tempat spesifik yang digunakan virus ini untuk bereplikasi pertama kalinya. Hanya saja, virus ini dapat diisolasi dari jaringan limfe di saluran cerna, sehingga diduga tempat replikasi pertama virus tersebut adalah di jaringan limfe saluran cerna terutama “bercak Peyer” dan tonsil. Meskipun begitu, tidak jelas apakah virus polio memang bereplikasi di tempat tersebut atau “hanya terserap” oleh jaringan limfe setelah bereplikasi di sel epitel saluran cerna. Fase ini berlangsung 3-10 hari, dapat sampai 3 minggu. Virus polio pada fase ini dapat ditemukan di ludah dan feses, dan berperan dalam proses penularan (Afie’s, 2009).

Setelah memperbanyak diri di jaringan limfe saluran cerna, virus polio akan menyebar melalui darah (viremia) untuk menuju sistem retikuloendotelial lainnya, termasuk diantaranya nodus limfe, sunsum tulang, hati, dan limpa, dan mungkin ke tempat lainnya seperti jaringan lemak coklat dan otot (Afie’s, 2009).

Mekanisme virus polio menginfeksi sistem syaraf pusat masih belum diketahui secara pasti. Ada 3 hipotesis, yang pertama, virus polio menginfeksi sistem syaraf pusat melalui transport axon (sel syaraf panjang yang menghantarkan signal syaraf) dengan arah yang berlawanan (signal syaraf bergerak dari sistem syaraf pusat ke otot, virus bergerak dari otot ke sistem syaraf pusat). Hipotesis kedua adalah virus menembus sawar darah otak, independen dari keberadaan reseptor seluler untuk virus polio (CD155). Dan hipotesis ketiga, virus polio diimpor ke sistem syaraf pusat melalui sel makrofag (mekanisme kuda Trojan). Sampai saat ini, mayoritas bukti ilmiah mendukung hipotesis yang pertama (Afie’s, 2009).

Pada beberapa kasus polio di daerah daerah secara epidemiologis menunjukkan bahwa disamping imunitas masyarakat yang rendah juga disebabkan sanitasi atau sumber air yang di pakai warga yang berperan cukup besar dalam penyebaran virus polio



PERANAN (MERUGIKAN) VIRUS POLIO TERHADAP LINGKUNGAN,

DIKEMBANGKAN MENJADI SENJATA BIOLOGIS

Virus Polio karena sel inangnya yang utama adalah manusia maka lingkungannya juga seputar manusia. Sesuai dengan namanya, infeksi virus polio menyebabkan gejala polio (poliomyelitis) atau lumpuh. Vaksin yang efektif terhadap polio sudah dikembangkan pada tahun enam puluhan dan digunakan untuk program eradikasi/ pemusnahan polio. Dengan program imunisasi yang menggunakan vaksin tersebut, sekarang virus polio liar sudah hampir musnah. Oleh karena itu virus ini tidak lagi dianggap sebagai virus yang berbahaya dan ditakuti karena bisa dikontrol. Ini juga merupakan salah satu kenapa virus ini dipilih sebagai objek. Selain itu alasan lain juga barangkalai karena Prof. Wimmer adalah ahli virus polio (Utama, 2002).

Sintesa virus polio

Oleh karena virus polio adalah virus RNA, untuk membuat virus ini dari bahan kimia sebenarnya lebih tepat kalau dimulai dari sintesa RNA. Akan tetapi sintesa RNA, apalagi RNA yang panjang, sangat sulit karena RNA tidak stabil dan mudah terdegradasi. Karena DNA jauh lebih stabil dari pada RNA, dalam penelitian virus RNA, biasanya RNA ditranskripsi balik (reverse transcription) dulu ke DNA. Begitu juga dengan tim ini, mereka juga mengsintesa DNA berdasarkan barisan RNA dari virus polio Mahoney (Utama, 2002).

Fragmen-fragmen pasangan benang positif dan benang negatif DNA dengan panjang rata-rata 69 basa disintesa, dan kemudian disambung baik dengan menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) maupun menggunakan enzim T4 DNA ligase. Fragmen pasangan DNA yang tersambung kemudian dikloning ke plasmid (sejenis mikroorganisme) yang bisa berkembangbiak pada bakteri Escherichia coli. Dengan perkembangbiakan plasmid yang membawa DNA virus polio ini, akan memperbanyak jumlah DNA, yang pada mulanya hanya ada dalam jumlah yang sangat sedikit (Utama, 2002).

Setelah DNA ini diperbanyak, kemudian ditranskirpsikan menjadi RNA. RNA ini kemudian dimasukan (transfection) ke dalam sel. Di dalam sel, RNA ini akan berfungsi sebagai RNA genome sebagaimana halnya RNA dari virus yang alami. Dengan demikian diharapkan virus akan hidup dan berkembang-biak didalam sel. Seperti yang diharapankan, tim ini berhasil mengembang-biakan virus polio di dalam sel. Virus ini kemudian dianalisa dan dibandingkan dengan virus polio Mahoney yang alami (Utama, 2002).

Dari hasil perbandingan, virus yang disintesa memproduksi protein-protein yang sama dengan virus yang alami. Bentuk dan ukuran kedua virus ini juga mirip. Virus sintesis juga dinetralisasi oleh antobodi yang spesifik menetralisir virus polio tipe 1, sama halnya dengan virus alami. Dari hasil percobaan binatang (tikus), lebih jauh lagi, virus polio sintesis juga mengakibatkan gejala polio dan menyebabkan kematian, walaupun tingkat patogennya lebih rendah dibandingkan dengan virus alami (Utama, 2002).

Dengan metoda ini, tim peneliti dari State University of New York ini telah berhasil membuat virus polio dari bahan kimia. Ini adalah pembuktian yang pertama kali dimana virus bisa dibuat dari bahan kimia (Utama, 2002).

Sebenarnya, metoda yang dipakai oleh tim ini bukanlah metoda yang baru. Metoda ini telah banyak digunakan untuk mengkloning DNA dari protein-protein. Sama seperti yang dilakukan tim ini, DNA dari protein disintesa, kemudian disambung dan dikloning. Akan tetapi, kebanyakan DNA yang dikloning sangat pendek, sehingga mudah untuk menyambung dan mengkloningnya. Dalam penelitian ini, Prof. Wimmer dan koleganya mampu mengkloning DNA sepanjang 7.5 kilobasa. Inilah kehebatan dari tim ini sehingga hasilnya bisa dimuat di jurnal Science (Utama, 2002).

Keberhasilan ini telah membuktikan bahwa manusia mampu membuat virus yang barangkali akan digunakan sebagai senjata biologi. Biasanya kita mendapatkan virus dengan cara isolasi dari sampel tertentu dan kemudian mengkulturkannya. Kita juga bisa membuat virus (baru), namun biasanya menggunakan virus alami sebagai template. Akan tetapi dengan teknologi ini, walaupun kita tidak memiliki suatu virus sama sekali, kita bisa membuat virus dengan mencontoh barisan RNA atau DNA virus bersangkutan (Utama, 2002).

Walaupun demikian tentu saja tidak semua orang bisa membuat suatu virus. Hal ini disebabkan selain teknologi dan skil, pembuatan virus ini juga memerlukan banyak dana baik untuk sintesa DNA-nya maupun untuk proses selanjutnya (Utama, 2002).

Pertama dalam masalah teknologi dan skil, tentu saja hanya orang-orang yang terbukti mempunyai pengetahuan dan keahlian tentang virus yang bisa melakukannya. Siapa yang ahli tentang suatu virus, biasanya dapat dilihat dari hasil publikasi tentang virus. Begitu juga masalah dana. Untuk sintesa 7.5 kilobasa DNA saja diperlukan dana kira-kira sebesar US $7,500 (US $ 1 untuk 1 basa). Karena tim ini mengsintesa pasangan ganda DNA, biaya sintesa DNA diperlukan sebesar US $ 15,000 (Utama,2002).

Selain itu penelitian ini dilakukan berkali-kali untuk sampai kepada keberhasilan. Hal ini disebabkan karena walaupun secara teori metoda ini bisa digunakan untuk sintesa virus, keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak faktor. Dalam penelitian ini penulis tidak tahu berapa lama waktu yang dihabiskan oleh tim ini. Tapi dari pengalaman pembuatan virus dengan menggunakan virus asli sebagai bahan dasar, dapat diperkirakan setidak-tidaknya memerlukan waktu sekitar 1 tahun. Lamanya penelitian ini mengakibatkan banyaknya uang yang dihabiskan untuk pembelian enzim-enzim, kit serta bahan-bahan kimia lain yang diperlukan untuk penelitian. Namun, setelah metoda dan teknik untuk pembuatan virus ditemukan, untuk produksi virus selanjutnya tentu saja akan mudah dilakukan.

Oleh karena itu, secara total bisa jadi biaya untuk sintesa virus yang akan digunakan sebagai senjata biologi akan lebih murah dari pada produksi senjata kimia atau senjata nuklir. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan akan lebih mahal. Hal ini sangat tergantung kepada virus apa yang akan disintesa (Utama, 2002).

Terlepas dari semua ini, tentu saja kita sangat berharap jangan sampai orang-orang yang mampu (mampu karena memiliki teknologi, skil dan dana) membuat virus untuk digunakan sebagai senjata biologi (NTR) karena senjata biologi sangat berbahaya bagi lingkungan khususnya manusia karena tidak hanya menghancurkan secara fisik tapi mampu merestrukturisasi anatomi, fisiologi maupun morfologi makhluk hidup khususnya manusia. Sedangkan dampaknya bagi lingkungan yang terpapar senjata biologis dari virus polio sintesis baik secara langsung maupun tidak, dalam jangka panjang maupun pendek dapat merusak lingkungan khususnya lingkungan menjadi tercemar oleh virus dan dapat dijadikan tempat daur hidup virus tersebut yang nantinya akan sampai berdampak ke hewan maupun manusia. Dan juga jika virus tadi sudah menetap di inangnya, inang tersebut jika berpindah ke tempat yang baru, maka akan menularkan kembali virus tersebut lewat lingkungannya.


DAFTAR PUSTAKA


Afie’s. 2009. Perjalanan Penyakit Polio. http://afie.staff.uns.ac.id/. Diakses tanggal 7 Maret 2009.


Biologi, catatan prestasi guru. 2008. Virus. http://prestasiherfen.blogspot.com/2008/10/virus.html. Diakses tanggal 8 Maret 2009.


Koch. 2005. The Molecular Biology of Poliovirus. http://www.brown.edu/courses/Bio_160/Project2000/Polio/TableofCont ent.html. Diakses tanggal 8 Maret 2009.


Siregar, Amelia. 2008. Biolog Pertanian Jilid II untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Utama, Andi. 2002. Membuat Virus Polio dari Bahan Kimia.

http://www. chem- is-try.org/. Diakses tanggal 7 Maret 2009.


5 komentar: